Home » » Hari Valentine, Islam, dan Budaya Konsumerisme

Hari Valentine, Islam, dan Budaya Konsumerisme


Hingga kini, belum ada kesepakatan pasti di antara para sejarawan Romawi tentang apa sebenarnya yang terjadi sehingga 14 Februari, kita selalu menyaksikan media, mal-mal, pusat-pusat hiburan berlomba menarik perhatian remaja dengan menggelar pesta yang diperingati sebagai Hari Kasih Sayang atau perayaan cinta di seluruh dunia. Pada paruh kedua abad ke-20, ada tradisi bertukar kartu dan pemberian bunga dan cokelat oleh pria kepada wanita, tahun 1980-an industri berlian pun mulai mempromosikan Hari Valentine sebagai kesempatan untuk menghadiahkan perhiasan.

Ada banyak versi tentang asal muasal perayaan Hari Valentine. Ketika Raja Claudius II (268 – 270 M) mempunyai kebijakan melarang prajuritnya menikah dengan harapan mereka akan agresif dan potensial dalam berperang, namun kebijakan ini ditentang oleh Santo Valentine dan Santo Marius. Mereka berdua secara diam-diam tetap menikahkan para parujurit dan muda-mudi. Lama-kelamaan tindakan mereka diketahui Raja Claudius, sang rajapun marah dan memberikan sanksi kepada Valentine dan Marius; hukuman gantung.

Sebelum dihukum mati, Santo Valentine dan Santo Marius dipenjarakan. Di penjara Valentine berkenalan dengan seorang gadis anak sipir. Kemudian gadis ini setia menjenguknya hingga menjelang kematiannya. Setelah kematian Valentine dan Marius, orang-orang selalu mengingat kedua Santo tersebut dan merayakannya sebagai bentuk ekspresi cinta kasih Valentine yang mengorbankan jiwanya demi kasih sayang. Dua-ratus tahun kemudian yaitu tahun 496 M setelah kematian Valentine dan Marius, Paus Galasius I meresmikan 14 Februari 496 sebagai Hari Velentine (wikipedia.org)

Menurut The World Book Encyclopedia 1998, Valentine sebenarnya adalah seorang martir (dalam Islam disebut syuhada) yang karena kesalahan dan bersifat 'dermawan' maka dia diberi gelaran Saint atau Santo. Sebagai simbol ketabahan, keberanian dan kepasrahan menghadapi cobaan hidup, maka pengikutnya memperingati kematian St. Valentine sebagai 'upacara keagamaan'. Di versi lain diceritakan, Kaisar Claudius II memerintahkan menangkap dan memenjarakan St. Valentine karena menyatakan tuhannya adalah Isa Al-Masih dan menolak menyembah tuhan-tuhan orang Romawi. Ketika Kristen Katolik masuk Roma, mereka mengadopsi upacara ini. Di antara pendukungnya adalah Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I. Agar lebih mendekatkan lagi pada ajarannya, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St.Valentine yang meninggal pada 14 Februari.

Menurut pandangan tradisi Roma kuno, pertengahan Februari memang dikenal sebagai periode cinta dan kesuburan. Dalam tarikh kalender Athena kuno, periode tersebut dikenal sebagai bulan Gamelion yang dipersembahkan kepada pernikahan suci Dewa Zeus dan Hera. Di Roma kuno, 15 Februari adalah hari raya Lupercalia, sebuah perayaan Lupercus, dewa kesuburan. Sebagai bagian dari ritual penyucian, para pendeta Lupercus menyembahkan korban kambing kepada sang dewa dan kemudian setelah minum anggur, mereka berlari di jalan kota Roma sembari membawa potongan-potongan kulit domba dan menyentuh siapa pun yang mereka jumpai. Terutama wanita-wanita muda akan maju secara sukarela karena percaya bahwa dengan itu mereka akan dikarunia kesuburan dan bisa melahirkan mudah (www.holidays.net).

Di Jepang yang dikenal senang ikut budaya Barat, Hari Valentine sebagai hari di mana para wanita memberi permen cokelat kepada para pria yang mereka senangi. Mereka memberi teman kerja pria mereka kadangkala dengan biaya besar. Cokelat ini disebut sebagai “Giri-choko”, dari kata giri (kewajiban) dan choco (cokelat). Kemudian sebuah hari balasan yaitu 14 Maret, disebut “Hari Putih”. Pada hari ini, pria yang sudah mendapat cokelat pada Hari Valentine diharapkan memberi sesuatu kembali.

Sedangkan di AS, Hari Valentine adalah sebuah hari di mana para kekasih dan mereka yang sedang jatuh cinta menyatakan cintanya lalu diasosiasikan dengan ucapan umum cinta platonik “Happy Valentine’s”, yang bisa diucapkan oleh pria kepada teman wanita mereka. Bahkan di beberapa negara barat, perayaan Valentine oleh pasangan kencan lebih bersifat ‘dating’ dan bebas melakukan apa saja dan sering diakhiri dengan tidur bareng, sesuatu yang lumrah di sana.

Valentine Days dalam Islam

Islam tidak mengenal Hari Valentine. Kasih sayang dalam Islam bersifat universal yang dikenal dengan silaturahim yang tidak dibatasi waktu dan tempat serta tidak dibatasi oleh objek dan motif. Bahkan Rasulullah saw bersabda: “Tidak beriman salah seorang di antara kamu sehingga ia cinta kepada saudaranya seperti cintanya kepada diri sendiri” (H.R. Bukhari). Islam melarang keras saling membenci dan bermusuhan, namun sangat menjunjung tinggi arti kasih sayang terhadap umat manusia.

Rasulullah saw. bersabda : “Janganlah kamu saling membenci, berdengki-dengkian, dan jadilah kamu sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara". Kasih sayang dalam Islam diwujudkan dalam bentuk yang nyata seperti menjenguk yang sakit, meringankan beban tetangga yang sedang ditimpa musibah, mendamaikan orang yang berselisih, mengajak kepada kebenaran dan mencegah perbuatan munkar.

Sebagian besar pemuka agama dan ulama Islam berpendapat bahwa Hari Valentine sebenarnya bersumber dari paganisme (penyembahan berhala) orang musyrik. Bahkan di Malaysia dan di Arab Saudi, perayaan Valentine diharamkan untuk diperingati karena dianggap sebagai perayaan yang penuh kekufuran. Yang menyedihkan dan memprihatinkan lagi, jika kita melihat pola tingkah laku remaja kita tiap tahun menjelang Februari, banyak remaja kita tanpa memahami esensi dan tanpa tahu asal muasal kisah tersebut ikut-ikutan sibuk mempersiapkan Hari Valentine. Allah swt telah memperingatkan kita, “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertangggungjawabnya” (Al Isra’ : 36). Wallahu'alam bishawab.


Tags: Hari Valentine, Islam, dan Budaya Konsumerisme

0 komentar:

Posting Komentar